ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN
ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN
A. KEBERLANJUTAN
PEMBANGUNAN
Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi
dimana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi, seperti
modal, mesin mesin (capital), tenaga kerja (labor dan human resources), dan
bahan baku (natural resources). Dalam hal penyediaan bahan baku dan proses
produksi kegiatan pembangunan dapat membawa dampak kepada lingkungan alam dan
masyarakat sekitarnya, yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan
pembangunan. Dalam memperhatikan keberlanjutan pembangunan yang tidak hanya
memperhatikan kepentingan saat ini tapi juga memperhatikan kepentingan masa
mendatang, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa
mendatang. Didalamnya terdapat dua gagasan penting Tujuan yang harus dicapai
untuk keberlanjutan pembangunan adalah : keberlanjutan ekologis, keberlanjutan
ekonomi, keberlajutan sosial budaya dan politik, keberlanjutan pertahanan dan
keamanan. Sedangkan pembangunan keberlanjutan mempunyai prinsip prinsip dasar
dan prinsip dasar tersebut dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan dapat
diringkas menjadi 4 (empat), yaitu: pemerataan, partisipasi, keanekaragaman
(diversity), integrasi dan perspektif jangka panjang.
Pembangunan berkelanjutan memastikan bahwa generasi
yang akan dating memiliki kesempatan ekonomi yang sama dalam mencapai
kesejahteraannya, sepertihalnya generasi sekarang. Untuk dapat melaksanakan
pembangunan berkelanjutan diperlukan cara mengelola dan memperbaiki portofolio
asset ekonomi, sehingga nilai agregatnya tidak berkurang dengan berjalannya
waktu. Portofolio asset ekonomi tersebut adalah capital alami (Kn), capital
fisik (Kp) dan capital manusia (Kh), secara sistematis pembangunan
berkelanjutan dapat dijabarkan dalam gambar berikut: Dalam paradigma ekonomi,
pembangunan berkelanjutan dapat diterjemahkan sebagai pemeliharaan kapital. Ada
empat variasi kebijakan mengenai pembangunan berkelanjutan :
Kesinambungan yang sangat lemah (very weak
sustainabillity) atau “Hartwick-Solow sustainability” yang hanya mensyaratkan
kapital dasar total yang harus dipelihara. Kesinambungan ini dapat dicapai
dengan memastikan bahwa tingkat/ laju konsumsi berada di bawah Hicksian income,
dimana Hicksian income ini didefinisikan sebagai tingkat konsumsi maksimum yang
dapat membangun kondisi masyarakat yang lebih sejahtera di akhir periode
pembangunan dibandingkan dengan kondisi awalnya. Diasumsikan natural capital
dapat disubsitusi dengan kapital buatan manusia (man-made capital) tanpa batas.
Dengan kata lain, deplesi sumberdaya alam tidak diperhitungkan dalam penilaian
kegiatan ekonomi (Harnett, 1998)
Kesinambungan yang lemah (weak sustainability),
mensyaratkan pemeliharaan kapital total, dengan kendala bahwa modal alami yang
penting (critical natural capital) harus dilestarikan. Misalnya : bila
sumberdaya air dan keragaman spesies merupakan hal yang penting bagi stabilitas
ekosistem, sumberdaya tersebut tidak dapat dikorbankan bagi alasan-alasan pertumbuhan
ekonomi.
Kesinambungan yang kuat (strong sustainability)
mensyaratkan bahwa tidak ada substitusi bagi modal alami (natural capital),
karena natural capital ini memperkuat kesejahteraan manusia dan degradasi
natural capital tersebut dapat dikembalikan kondisinya ke kondisi awal.
Kesinambungan yang kuat mensyaratkan pemeliharaan kapital total, dengan kendala
bahwa agregrat kapital total harus dilestarikan.
Kesinambungan yang sangat kuat (very strong
sustainability) mensyaratkan bahwa kesinambungan sistem ekologi adalah esensi
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan yang bergantung pada
sumberdaya (resource-dependent “development”) diperbolehkan, namun demikian,
pertumbuhan yang bergantung pada sumberdaya (resources-dependent “growth”)
tidak dapat dibenarkan. Interpretasi ini mensyaratkan pemisahan setiap komponen
dari natural capital. Pada kenyataannya, very strong sustainability lebih
merupakan sistem daripada suatu konsep ekonomi.
Pada pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada
kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan, terdapat 3 (tiga) pilar tujuan
(Daniel M, 2003), yaitu : pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. Pada pilar kedua pembangunan sosial yang
bertujuan pengentasan kemiskinan, pengakuan jati diri dan pemberdayaan
masyarakat. Sedangkan pilar kedua pembangunan lingkungan yang berorientasi pada
perbaikan lingkungan lokal seperti sanitasi lingkungan, industri yang lebih
bersih dan rendah emisi, dan kelestarian sumberdaya alam.
B. Mutu
Lingkungan Hidup Dengan Resiko
Manusia hidup di bumi tidaklah sendirian, melainkan
bersama mahkluk lain yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Mahkluk hidup yang
lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau
pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat pada mereka.
Tanpa mereka manusia tidaklah dapat hidup. Kenyataan ini dapat kita lihat
dengan mengandaikan di bumi ini tidak ada hewan dan tumbuhan. Dari manakah kita
mendapat oksigen dan makanan? Sebaliknya seandainya tidak ada manusia,
tumbuhan, hewan dan jasad renik akan dapat melangsungkan kehidupannya seperti
terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia. Karena itu anggapan bahwa
manusia adalah mahkluk yang paling berkuasa sebenarnya tidak benar. Seharusnya
kita menyadari bahwa kitalah yang membutuhkan mahkluk hidup yang lain untuk
kelangsungan hidup kita dan bukannya mereka yang membutuhkan kita untuk
kelangsungan hidup mereka. Secara umum di masyarakat sering disebut istilah
“lingkungan hidup” cukup dengan “lingkungan saja”. Anda tentu bertanya apa sih
yang dimaksud dengan lingkungan hidup? Lingkungan hidup adalah suatu sistem
komplek yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan organisme.
Lingkungan hidup itu terdiri dari dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik :
a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya,mataharidansebagainya.
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.
Lingkungan hidup itu terdiri dari dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik :
a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya,mataharidansebagainya.
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.
Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem
kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan
kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari
kebutuhan organisme.
C. KESADARAN
LINGKUNGAN
Paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) mendudukkan Sumberdaya Alam (natural resources) pada ordinat yang
harus dijaga kelestariannya secara dinamis karena menyangkut fungsinya yang
vital sebagai modal pembangunan (capital development) dan pilar utama dalam
menopang sistem kehidupan. Sumberdaya alam meliputi hutan, perairan, dan
pertambangan serta segala yang terkandung didalamnya merupakan anugerah Tuhan
Yang Maha Esa kepada manusia yang dalam pemanfaatannya harus bijak dan tanpa
mengurangi prospek generasi-generasi mendatang. Oleh karena itu, manusia
sebagai mahluk yang terlibat, menjadi subjek sekaligus objek dalam setiap
tahapan pembangunan, mengambil manfaat, merencanakan dan menciptakan diri
secara aktif dalam pelestarian sumberdaya alam.
Pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture development) menurut Technical Advisory Committee of the CGIAR
(TAC/ CGIAR, 1988) adalah pengelolaaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan
dan meningkatkan kualitas lingkungan pertanian. Olehnya, daya dukungan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) berupa materi
plasma nutfah tanaman (germplasm) menjadi sangat vital dalam menunjang
pembangunan pertanian berkelanjutan.
Bentang alam Indonesia notabene memiliki geografi dan
kondisi ekologi yang bervariasi, menjadi penyebab tingginya tingkat
keanekaragaman hayati (biodiversity) yang secara simetris menyimpan manfaat
besar. Keanekaragaman hayati berupa kekayaan sumberdaya genetik (SDG) khususnya
plasma nutfah tanaman, membuka peluang bagi upaya mencari dan memanfaatkan
materi-materi genetik untuk dimuliakan (plant breeding). Materi genetik sangat
berguna bagi upaya perbaikan sifat tanaman sehingga aspek ketersediaannya,
keamanannya (safety), dan keanekaragamannya merupakan modal dasar dalam
pengembangan pertanian maupun industri pertanian. Oleh karena itu, pengkajian,
penelitian (research), dan pendayagunaan serta pelestarian plasma nutfah harus
tetap terlaksana secara berkesinambungan.
Pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati khususnya
SDG plasma nutfah tanaman juga berkaitan erat dengan predikat Indonesia sebagai
Negara “megabiodiversity” terbesar kedua di dunia baik jenis, genetik, maupun
ekosistem tanaman-tanaman potensial. Indonesia dihuni 25.000 species tanaman
berbunga (10% dari jumlah tanaman berbunga di dunia). Selain itu, Indonesia
juga menjadi pusat keanekaragaman jenis palem terbesar di dunia serta lebih
dari 400 species pohon dipterocarpeceae yang merupakan pohon penghasil kayu
komersil paling bernilai di Asia Tenggara. Dalam segi pendayagunaan, 1500
spesies tanaman tingkat tinggi dan 500 spesies sayuran, hanya sekitar 10% yang
termanfaatkan. Dari 95% nutrisi yang dibutuhkan, baru 30 jenis yang berasal
dari tanaman tingkat tinggi. Dari 30 jenis tanaman tingkat tinggi, baru 8 jenis
yang dimanfaatkan sebagai sumber energi manusia, dan dari 8 jenis tanaman tadi
baru 3 jenis yang menjadi bahan pangan yaitu gandum, beras, dan jagung yang
memenuhi sekitar 75% kebutuhan serealia bagi manusia. Selain itu, pelestarian
plasma nutfah tanaman potensial Indonesia berkaitan langsung dengan kebutuhan
pangan yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,
perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup dan pola komsumsi, perkembangan
kebijakan pertanian, serta berbagai hal yang dihadapi dunia abad ini meliputi
masalah air, lahan, dan energi.
Arus globalisasi, modernisme, dan perkembangan
teknologi menghempas seluruh lokus kehidupan manusia dan membawa dampak besar
tidak hanya pada aspek kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik namun merambah
secara sistemik keseluruh aspek kehidupan lain seperti aspek budaya,
lingkungan, hingga aspek psikologis. Pakem yang tak bisa dipungkiri bahwa
perkembangan teknologi dan tingginya intentitas kegiatan manusia dimuka bumi
telah menimbulkan banyak dampak destruktif terhadap jejaring kehidupan, yang
paling mencemaskan adalah ketidakseimbangan ekosistem yang bermuara pada
berbagai malapetaka alam berupa bencana bagi manusia dan kerusakan lingkungan
itu sendiri. Eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam tanpa upaya
reklamasi mengakibatkan hilangnya ribuan spesies (extinct) dimuka bumi. IUCN
(The World Conservation Union) atau Lembaga Jaringan Informasi Pekerja
Lingkungan –terdiri dari sekitar 10.000 ilmuwan diseluruh dunia– dalam Red List
mengingatkan bahwa 15.589 spesies binatang dan tumbuhan terancam punah. Sejauh
ini sudah ada 844 kepunahan sejak tahun 1500, 129 catatan mengenai kepunahan
spesies burung, 103 diantaranya terjadi sejak tahun 1800. Selain itu, laju
kepunahan telah mencapai angka 100 hingga 1.000 kali dari laju kepunahan alami.
Spesies hewan yang terancam punah meningkat dari angka 5.204 jenis menjadi
7.266 jenis sejak tahun 1996. Sedangkan untuk jenis tumbuhan dan lumut, ada 8.323
jenis yang nyaris punah dari angka sekitar 3.000 jenis sebelumnya. (Kompas,
2004).
Di Indonesia, dari 6978 spesies tanaman endemik, 174
spesies diantaranya terancam punah. Laju deforestasi yang pesat (dari 1,6 juta
ha dekade 1985–1997 menjadi 2,1 juta ha pada dekade 1997–2001) melalui
tingginya alih fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman, perindustrian,
perkebunan dan pertambangan, pembalakan hutan (illegal logging), dan kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat menyebabkan jutaan plasma nutfah musnah.
Intensifnya sistem pertanian modern (High External
Input Agriculture) dengan input varietas-varietas tanaman baru tidak diimbangi
dengan upaya mempertahankan penggunaan varietas-varietas lokal (land race), dan
tingginya aktifitas pengambilan serta pertukaran (introduksi) materi plasma
nutfah secara ilegal menyebabkan laju erosi genetik kian tak terkendali.
Celakanya lagi, pembangunan kawasan perkotaan kurang memperhatikan aspek
lingkungan sehingga dalam kerangka sistemik, situasi tersebut menjadi penyebab
perubahan iklim (climate change), pemanasan global (global warming), hilangnya
habitat, kelangkaan air bersih, polusi, banjir, hingga ancaman kelaparan yang
kini menjadi masalah krusial. Keprihatinan masyarakat dunia terhadap
kemerosotan (degradasi) dan deplesi lingkungan hidup khususnya mengenai erosi
genetik telah menjadi topik penting sejak tahun 1980 hingga saat ini.
Perkembangan tersebut dapat dilihat sejak Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman
Hayati (The UN Convention on Biological Diversity), KTT Bumi (Earth Summit) di
Rio de Jeneiro Brazil tahun 1992 hingga kontroversi pengembangan bioteknologi
(baca: rekayasa genetik) tahun 1995 sampai tahun 2000 yang mencetuskan Protokol
Kartagena (The Cartagena Protocol on Biosafety) mengenai Keamanan Hayati.
Alam secara hakiki adalah representasi (simulacrum) manusia, harus diperlakukan secara manusiawi pula. Menurut (Keraf, 2001), ada 9 prinsip “Etika Lingkungan” dalam pembangunan: i) Hormat terhadap alam (respect for nature), ii) Bertanggungjawab kepada alam (responsibility for nature), iii) Solidaritas kosmis (cosmic solidarity), iv) Peduli kepada alam (carrying for nature), v) Tidak merugikan (no harm), vi) Hidup selaras dengan alam (living harmony with nature), vii) Keadilan, viii) Demokrasi dan ix) Integritas moral.
Peningkatan kualitas dan kuantitas hidup untuk mencapai yang lebih baik (life good) adalah cita-cita dari setiap individu maupun masyarakat. Olehnya, berbagai ikhtiar untuk mencapai hal tersebut harus diformulasi secara holistik dan komprehensif agar perubahan yang dilakukan tidak hanya pada tataran instrumental saja, melainkan mengakar dari tataran nilai (paradigm) sehingga manusia mampu terbebas dari berbagai ambivalensi yang terjadi selama ini. Sekarang saatnya merenungkan sejenak dan melihat secara jernih persoalan-persoalan lingkungan hidup. Bagaimana masa depan generasi mendatang bilamana bumi tak bisa dirawat oleh generasi sekarang?
Alam secara hakiki adalah representasi (simulacrum) manusia, harus diperlakukan secara manusiawi pula. Menurut (Keraf, 2001), ada 9 prinsip “Etika Lingkungan” dalam pembangunan: i) Hormat terhadap alam (respect for nature), ii) Bertanggungjawab kepada alam (responsibility for nature), iii) Solidaritas kosmis (cosmic solidarity), iv) Peduli kepada alam (carrying for nature), v) Tidak merugikan (no harm), vi) Hidup selaras dengan alam (living harmony with nature), vii) Keadilan, viii) Demokrasi dan ix) Integritas moral.
Peningkatan kualitas dan kuantitas hidup untuk mencapai yang lebih baik (life good) adalah cita-cita dari setiap individu maupun masyarakat. Olehnya, berbagai ikhtiar untuk mencapai hal tersebut harus diformulasi secara holistik dan komprehensif agar perubahan yang dilakukan tidak hanya pada tataran instrumental saja, melainkan mengakar dari tataran nilai (paradigm) sehingga manusia mampu terbebas dari berbagai ambivalensi yang terjadi selama ini. Sekarang saatnya merenungkan sejenak dan melihat secara jernih persoalan-persoalan lingkungan hidup. Bagaimana masa depan generasi mendatang bilamana bumi tak bisa dirawat oleh generasi sekarang?
Perubahan paradigma perlu komitmen dalam
implementasinya. Resolusi terhadap berbagai persoalan lingkungan hidup
khususnya pelestarian SDG harus dilakukan oleh semua kalangan tanpa terkecuali
karena persoalan lingkungan hidup adalah persoalan universal. Perhatian serius
oleh seluruh stakeholder adalah hal yang utama, penegakan hukum (law
enforcement) oleh pemerintah, kongkritisasi pembangunan berkelanjutan
diberbagai sektor, pembangunan SDM berwawasan lingkungan melalui peningkatan
kapasitas, kesadaran dan etika lingkungan hingga upaya pelestarian SDG melalui
kegiatan eksplorasi dan konservasi oleh berbagai kalangan. Jika upaya
pelestarian lingkungan hidup merujuk pada pembangunan manusia, maka yang harus
dilakukan secara bertahap adalah peningkatan kesadaran, etika dan pembangunan
kapasitas SDM berwawasan lingkungan.
D. HUBUNGAN
LINGKUNGAN DENGAN PEMBANGUNAN
Sebagai salah satu negara dengan kekayaan dan
keragaman alam serta budaya yang luar biasa, patutlah kalau Indonesia dikatakan
sebagai negaramega biodiversity kedua setelah Brazil. Dengan luas
daratan sebesar “hanya” 1,5% dari seluruh luas permukaan Bumi ini,Indonesia
merupakan tempat yang menyumbangkan lebih dari 10% tumbuh-tumbuhan didunia,
lebih dari 10.000 spesies pohon tegak di dunia, dan sekitar 25.000 sampai
30.000spesies tumbuhan berbunga.
Indonesia memang benar-benar satu negara mega
biodiversity yang luar biasa dan tentunya perlu disyukuri. Namun pada
saat yang sama perlu diingat dan terus dikumandangkan dengan lantang bahwa
telah terjadi berbagai kerusakan dan degradasiyang luar biasa dan mengancam
keberlanjutan Indonesia. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang
meningkat dalam beberapa dekade ini. Seperti dilaporkan oleh Bank Dunia (2003)
dan Departemen Kehutanan, tingkat deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih
dari dua juta hektar per tahun. Secara total, luas hutan kita mengalami
pengurangan yang sangat signifikan. Apabila pada tahun 1950, terdapat 162
juta hektar hutan di Indonesia, pada tahuan 1985, hutan kita tinggal 119 juta
hektar. Angka ini terus mengalami penyusutan, karena padatahun 2000, hutan
Indonesia tinggal 96 juta hektar. Apabila tingkat kehilangan hutan initerus
terjadi sebesar 2 juta hektar per tahun, dalam kurun 48 tahun ke depan,
seluruhwilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul dan panas.
Pembangunan Berkelanjutan dan
Kearifan Lingkungan
Sebenarnya apakah akar penyebab krisis lingkungan
hidup di Indonesia? Telah diketahui,ideologi pembangunan yang materialistik
selama ini telah mendorong proses pembangunan yang luar biasa. Capaian
pembangunan materialistik juga harus diakuimembawa banyak manfaat. Namun, perlu
diakui pula capaian pembangunan ini belum membawa kesejahteraan bagi seluruh
umat manusia. Bahkan cenderung terjadi gap yang dalam dan lebar antara mereka
yang over consumption dan mereka yangunderconsumption.
Dari perspektif ini, menjadi penting kemudian melihat kembali etika dan
kearifan lingkungan sebagai dasar dari proses pembangunan.
Ada dua pandangan ekstrem etika lingkungan yang dapat
dipertentangkan. Pertama, biasa dikenal dengan pandangan anthropocentrisyang
menekankan bahwa manusia sebagai subjek utama dunia dan harus mendapat
prioritas dalam pemanfaatan lingkungan dan sumber daya. Perspektif ini melihat,
proses pembangunan dan implikasi terhadap lingkungan dipandang sebagai satu
keniscayaan, sejauh proses tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia.
Pandangan ini mewarnai dan menjiwai proses pembangunan yang eksploitatif selama
ini. Sering pula digunakan sebagai alat justifikasi setiap keputusan
pembangunan yang dilakukan manusia. Dalam banyak kasus, pandangan inijuga
dipakai manusia untuk menjustifikasi motif dan tindakan serakahnya. Jelas ini
berdampak pada kerusakan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan wacana
moral dan kultural. Hal ini disebabkan karena yang menjadi persoalan utama
adalah pada bentuk dan arah peradaban seperti apa yang akan dikembangkan
manusia di Bumi ini. Kearifan lingkungan lokal, sekaligus plural perlu
terus dikembangkan. Tetapi tidak hanya
diposisikan sebagai upaya untuk ”melawan”
kecenderungan globalisasi dan westernisasi,melainkan satu ”pilihan”. Dengan
kata lain, pengembangkan kearifan lingkungan tidak selalu harus ”dibenturkan”
globalisasi/westernisasi, karena dia adalah ”keyakinan” sekaligus
”pilihan-pilihan” sadar tiap kelompok manusia di Bumi untuk mengembangkan
peradaban yang plural, sekaligus identitas yang beragam.
E. PENCEMARAN
DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH PROSES PEMBANGUNAN
Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, dimana proses
pelaksanaan pembangunan disatu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk
yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, akan tetapi tersedianya
sumber daya alam terbatas, atas dasar tersebut dimana pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat tersebut, baik generasi
sekarang maupun generasi mendatang adalah pembangunan berwawasan
lingkungan.Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka sejak awal perencanaan
usaha atau kegiatan sudah diperkirakan perubahan rona lingkungan akibat
pembentukan suatu kondisi lingkungan yang baru, baik yang menguntungkan maupun
yang merugikan, yang ditimbulkan sebagai akibat diselenggarakannya usaha atau
kegiatan pembangunan. Atas dasar tersebutlah bahwa perlu pengaturan lebih
lanjut mengenai usaha atau kegiatan yang akan menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup. Maksud dari analisa mengenai dampak lingkungan
kedalam proses perencanaan suatu usaha atau kegiatan tersebut, sehingga dapat
diambil keputusan optimal dari berbagai alternative, karena analisis mengenai
dampak lingkungan merupakan salah satu alat untuk mempertimbangkan akibat yang
ditimbulkan oleh suatu rencana atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, guna
mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negative dan mengembangkan
dampak positif. Mengenai dampak lingkungan hidup dapat disebabkan oleh rencana
kegiatan disegala sector seperti :
1. Bidang Pertambangan dan Energi yaitu pertambangan umum,
tranmisi, PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU, ekspoitasi, kilangan/pengolahan dan tarnmisi
minyak/gas bumi,
2. Bidang Kesehatan yautu : rumah sakit kelas A/setara
kelasA atau kelas I dan industri farmasi,
3. Bidang Pekerjaan Umum yaitu :pembangunan Waduk,
Irigasi dan kanalilasi, jalan raya/tol, pengolahan sampah, peremajaan kota dan
gedung bertingkat/apartemen,
4. Bidang Pertanian yaitu : Usaha tambak udang, sawah,
perkebunan dan pertanian,
5. Bidang Parpostel seperti hotel, padang golf, taman
rekreasi dan kawasan parawisata,
6. Bidang Tranmigarasi dan Pemukiman Perambahan
Hutan,
7. Bidang perindustrian seperti : Industri semen,
kertas pupuk kimia/petrokimia, peleburan baja, timah hitam, galangan kapal,
pesawat terbang dan industri kayu lapis.
8. Bidang Perhubungan seperti: Pembangunan Jaringan
kereta api, Sub Way, pembangunan pelabuhan dan badar udara,
9. Bidang perdagangan,
10. Bidang pertahanan dan keamanan seperti :
Pembangunan genung amunisi, pangkalan angkatan laut, pangkalan angkatan udara
dan pusat latihan tempur,
11. Bidang pengembangan tenaga nuklir seperti :
Pembangunan dan pengopearian reactor nuklir dan nuklir non reactor,
12. Bidang kehutanan yaitu : Pembangunan taman safari,
kebun binatang, hak pengusaha hutan, hak pengusahaan hutan tanaman
industri (HTI) dan Pengusaha parawisata alam,
13. Bidang pengendalian bahan berbahaya dan beracun
(B-3) dan 14 Bidang kegiatan terpadu/multisektor (wajib AMDAL).
Mengenai akibat pencemaran terhadap lingkungan hidup
harus melihat kepada ukuran dampak penting terhadap lingkungan yang perlu
disertai dengan dasar pertimbangan yaitu sebagai berikut : terhadap penilaian
pentingnya dampak lingkungan berkaitan secara relative dengan besar kecilnya
rencana usaha atau kegiatan yang berhasil guna dan daya guna, apabila rencana
usaha atau kegiatan tersebut dilaksanakan dengan didasarkan pada dampak usaha
atau kegiatan tersebut terhadap salah satu aspek lingkungan atau dapat juga
terhadap kesatuan dan atau kaitannya dengan aspek-aspek lingkungan lainnya
dalam batas wilayah yang telah ditentukan. Perlu diketahui bahwa dampak
terhadap lingkungan atas dasar kemungkinan timbulnya dampak positif atau dampak
negative tidak boleh dipandang sebagai factor yang masing-masing berdiri
sendiri, melainkan harus diperhitungkan bobotnya guna dipertimbangkan hubungan
timbul baliknya untuk mengambil keputusan. Sedangkan yang menjadi ukuran dampak
penting terhadap lingkungan hidup adalah :
a. jumlah manusia
jumlah manusia yang akan terkena dampak tersebut
adalah pengertian manusia yang akan terkena dampak mencakup aspek yang sangat
luas terhadap usaha atau kegiatan, yang penentuannya didasarkan pada perubahan
sendi-sendi kehidupan masyarakat dan jumlah manusia yang terkena dampaknya
tersebut, dimana manusia yang secara langsung terkena dampak lingkungan akan
tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan yang telah
dilaksanakan,
b.luas wilayah
terhadap luas wilayah persebaran dampak adalah
merupakan salah satu factor yang dapat menentukan pentingnya dampak terhadap
lingkungan, dimana rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah
yang mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya
dampak atau segi kumulatif dampak,
c.lamanya dampak berlangsung dapat berlangsung pada
suatu tahap tertentu atau pada berbagai tahap dari kelangsungan uasah atau
kegiatan, dengan kata lain akan berlangsung secara singkat yakni hanya pada
tahap tertentu siklus usaha atau kegiatan akan tetapi dapat pula berlangsung
relative lama yang akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan lingkungan
hidup didalam masyarakat/manusia dilingannya yang telah merusak tatanan dan
susunan lingkungan hidup disekitarnya,
d.intensitas dampak mengandung pengertian perubahan
lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastic serta berlangsung diareal
yang luas dalam kurun waktu yang relative singkat, hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan yang mendasar pada komponen lingkungan hidup yang
berdasarkan pertimbangan ilmiah serta dapat mengakibatkan spesies-spesies yang
langka atau endemik terancam punah atau habitat alamnya mengalami kerusakan,
e.komponen lingkungan lain yang terkena dampak, akibat
rencana usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan
lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama dengan komponen lingkungan yang
terkena dampak primer,
f.sifat kumulatif dampak adalah pengertian bersifat
bertambah, menumpuknya atau bertimbun, akibat kegiatan atau usaha yang pada
awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap penting, akan tetapi
karena aktivitas tersebut bekerja secara berulang kaliatau terus menerus maka
lama kelamaan dampaknya bersifat kumulatif yang mengakibatkan pada kurun waktu
tertentu tidak dapat diasimilasikan oleh lingkungan alam atau social dan
menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik) akaibat pencemaran dan
g. berbalik dan tidak berbaliknya dampak ada yang
bersifat dapat dipulihkan dan terdapat pula yang tidak dapat dipulihkan
walaupun dengan upaya manusia untuk memulihkannya kembali, karena perubahan
yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan yang telah tercemar dengan
kadar pencemaran yang sangat tinggi, tidak akan dapat dipulihkan kembali
seperti semula.
OPINI
Fakta
saat ini yaitu semakin tua usia bumi maka semakin sulit untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Pesatnya jumlah populasi penduduk bumi juga semakin
membuat bumi semakin padat dan mengalami keadaan lingkungan yang buruk. Ada
baiknya jika manusia memperhatikan kondisi keadaan bumi saat ini
DAFTAR PUSTAKA
Pongutuluran, Yonathan. 2015.
Manajemen Sumber Daya Alam & Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit ANDI
Fauzi, Akhmad
Ph.D. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Utina, Ramli dkk. 2018. Ekosistem
dan Sumber Daya Alam Pesisir. Yogyakarta : Penerbit Deepublish
Muta’ali, Lutfi. 2012. Daya Dukung
Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan wilayah. Ypgyakarta : UGM
Puntodewo, Atie
dkk. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumber daya
Alam. Jakarta : Center for internasional forestry research
Komentar
Posting Komentar